Jumat, 03 Juni 2011

Pragmatik dalam Kegiatan Berbahasa Oleh Tian Fatmanuraini

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
            Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam  bermacam-macam fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna dan tidak dalam bentuk kalimat-kalimat lepas.
Setiap orang tidak bisa menghindari komunikasi. Apapun yang kita katakan, baik secara verbal maupun non verbal akan dianggap sebagai pesan oleh orang lain yang selalu mencermati gerak-gerik kita dan menganggapnya sebagai simbol dari apa yang kita pikirkan agar kita memperoleh sedikit gambaran atas apa yang sedang orang lain pikirkan. Dengan mempelajari komunikasi, kita bisa melakukan prediksi itu secara lebih terorganisasi dan terstruktur.
Pendekatan komunikatif (pragmatik) berdasar pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang mampu memberikan makna.
Berdasarkan dari hal-hal tersebut di atas. Dalam makalah ini, akan dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan pragmatik sebagai kegiatan berbahasa secara lebih rinci.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pragmatik sebagai bahan pengajaran bahasa
Menurut Maidar Arsyad, pragmatik membaca pengkajian bahasa lebih jauh ke dalam keterampilan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi praktis dalam segala situasi yang mendasari interaksi kebahasaan antara manusia sebagai anggota masyarakat (1997:3.17). Dari pendapat tersebut terlihat jelas bahwa orientasi pengkajian pragmatik adalah pada suatu komunikasi, dimana pada tataran praktis, muncul berbagai faktor di luar bahasa yang turut memberi makna dalam proses komunikasi tersebut.
Dari pendapat itu didapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses tindak komunikasi, yaitu: pelaku, tujuan, situasi, media, dan peristiwa. Suyono mengemukakan tiga konsep dasar dalam penggunaan pragmatik sebagai kegiatan berbahasa, yaitu tindak komunikatif, peristiwa komunikatif, dan situasi komunikatif (1990;18).
Pragmatik sebagai bahan pengajaran bahasa, lazim pula disebut “fungsi komunikatif” yang terdapat sejumlah tindak bahasa sebagaimana digunakan dalam berkomunikasi, seperti: mengajukan pertanyaan; menawarkan usulan; menolak ajakan; dan menyatakan rasa senang yang diungkapkan dengan pelbagai macam cara. Untuk menanyakan sesuatu, ada beberapa contoh kalimat berikut ini:
  1. Numpang Tanya, Pak.
  2. Mau Tanya, Bu.
  3. Boleh Tanya, Pak?
  4. Saya mau bertanya, Bu.
  5. Saya ada pertanyaan, pak.
Masing-masing kalimat tersebut berbeda nuansanya, berkenaan dengan konteks yang dihadapi oleh yang mengujarkan kalimat. Adapun yang dimaksud dengan konteks ialah hal-hal seperti berikut: siapa yang diajak berbicara dan dalam situasi yang bagaimana kalimat tersebut diucapkan.
Pragmatik tidak mempersoalkan kebenaran kalimat itu sehubungan dengan kaidah tata bahasanya; kelima kalimat itu semuanya benar secara gramatikal. Namun yang dipersoalkan sehubungan dengan fungsi komunikatif bukanlah mengenai hal itu semata.
Di dalam pendekatan komunikatif, bahasa diajarkan sebagaimana itu digunakan di dalam komunikasi. Maka yang dituju bukanlah pencapaian pengetahuan mengenai tata bahasa atau penguasaan terhadap sekian ribu kosa kata. Kemampuan komunikatif yang hendak dituju itu perlu diperikan terlebih dahulu, dalam kaitannya dengan siswa yang akan dibantu menuju kearah itu. Baru sesudah itu semua jelas, dapatlah ditentukan perangkat tata bahasa dan kosa kata yang paling sesuai untuk mencapai kemampuan komunikatif dan janganlah sampai kita mengajar siswa hanya supaya yang kita ajarkan itu dapat diuji ( di-test).
Pemilihan kalimat yang tidak tepat dapat menyebabkan janggalnya tindak komunikasi dan tidak mengenakan lawan bicara, hal itu dapat dijumpai pada pembicaraan lewat telepon karena merupakan sesuatu yang sangat peka karena tidak ada hal lain selain suara yang dapat membantu untuk mengetahui identitas masing-masing pembicara.
  1. Pragmatik sebagai pendekatan pengajaran bahasa
Pendekatan pragmatik di dalam pengajaran bahasa mementingkan “kecocokan” atau “kesesuaian” kalimat dengan tindak komunikasi tertentu (kasanti purwo, 1990). Pembicara perlu mengetahui kalimat mana yang benar-benar cocok dengan konteks yang dihadapinya. Hal-hal semacam itulah yang diperhatikan di dalam pragmatik dalam pengajaran bahasa.
Pemilihan pemakaian tingkat tutur atau bahasa yang tepat mencerminkan sopan santun dan budi pekerti. Kesalahan dalam memilih tuturan mencerminkan ketidaksopanan orang yang berbicara. Oleh karena itu, penutur bahasa Indonesia akan sangat berhati-hati dalam memilih kata dan kalimat dalam bertutur.
Pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik juga mementingkan pengajaran fungsi komunikatif tertentu. Pembicara memerlukan strategi komunikasi agar bisa memilih tuturan yang cocok dengan tindak komunikasi tertentu.
Untuk mencapai kepentingan pragmatik diperlukan pengetahuan kebahasaan. Oleh karena itu, sebenarnya pengajaran tata bahasa masih bisa mendapatkan tempat di dalam pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik. Namun demikian, pengajaran tata bahasa sebaiknya tidak berhenti pada aspek bentuk (form) saja, tetapi juga pemakaiannya (use). Dalam hal ini yang terpenting adalah guru mengajarkan penggunaan bahasa  tidak semata-mata mengajarkan pengetahuan tata bahasa. Yang selanjutnya harus dipikirkan adalah bagaimana mengajarkan pengetahuan tata bahasa tidak sebagai bahan yang berupa sejumlah istilah tata bahasa yang menuntut hafalan semata-mata, melainkan sebagai suatu kegiatan berbahasa yang menantang siswa untuk berbuat aktif (kaswanti purwo, 1990).
Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang otoriter sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbahasa sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang bahasa. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk about the language). dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (nurhadi 2000).
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbahasa dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang komprehensif.
Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan dalam pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut.
  1. Penggunaan bahasa dengan memperhatikan aneka aspek situasi ujaran;
  2. Penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan ;
  3. Penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama;
  4. Dan penggunaan bahasa dengan memperhatikan faktor-faktor penentu tindak komunikatif.
Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam itu, pendekatan pragmatik dalam pembelajaran diharapkan mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif baik secara lisan maupun tulis, mampu menghargai  dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
  1. Pendekatan struktural dan pendekatan pragmatik
Akan lebih jelas kiranya mengenai bagaimana pengajaran dengan pendekatan pragmatik itu, apabila pendekatan pragmatik dibandingkan dengan pendekatan struktual yang memang sudah lebih dulu dan lebih lama dikenal luas di Indonesia. Di dalam pengajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan struktural rumus-rumus, definisi-definisi, istilah-istilah menjadi perhatian yang utama. Siswa dituntut untuk menghafalkan mentah-mentah apa itu kalimat elips, kalimat minor, kalimat majemuk, pola S-P-O-K, dan masih banyak istilah-istilah lain. Murid dituntut untuk memahami semua itu (jika perlu, menghafal tanpa memahaminya).
Di dalam pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik bukan bentuk-bentuk bahasa yang menjadi sorotan perhatian. Pembatasan kalimat senantiasa dikaitkan dengan konteks penggunaannya karena memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi.
Kalimat Sudah jam Sembilan misalnya, jika ditinjau dari sudut pandang struktural dapat dianalisis antara lain, sebagai kalimat berita (deklaratif). Namun, jika dianalisis secara pragmatik, maka yang ditelusuri pada kalimat itu adalah segi penggunaannya di dalam komunikasi. Kalimat tersebut dapat berupa jawaban (yang informatif) maupun perintah.
Menurut pandangan struktural, beginilah bunyi definisi mengenai kalimat imperatif, kalimat interogatif, dan kalimat deklaratif.
  • Kalimat imperatif ialah untuk menyatakan perintah.
  • Kalimat interogatif ialah untuk menyampaikan pertanyaan.
  • Kalimat deklaratif ialah untuk membuat pernyataan.
Definisi struktural tersebut dapat membuat jalan pikiran siswa terkotak-kotak dan kaku. Kekakuan ini dapat menjauhkan siswa dari kenyataan bahwa ada pelbagai cara untuk menyatakan perintah. Kekakuan tersebut dapat menghalangi siswa untuk melihat bahwa perintah juga dapat dinyatakan dengan kalimat interogatif maupun kalimat deklaratif. Misalnya, seorang guru dapat memerintahkan siswanya untuk mengambil spidol dengan pelbagai bentuk kalimat. Meskipun isi informasinya adalah suatu perintah, kalimatnya tidak harus berupa kalimat imperatif. Berikut ini beberapa contoh kemungkinan menyatakan perintah mengambil spidol:
1)      Saya perlu spidol.
2)      Ambilkan spidol!
3)      Bisakah salah seorang mengambilkan saya spidol?
4)      Di mana dapat diambil spidol lagi?
5)      Spidolnya sudah habis.
Dari kelima kalimat tersebut, sudah tentu terdapat perbedaan “kadar” perintah dan perbedaan itu mewarnai jenis hubungan antara si pembicara dan si lawan bicara. Pemerolehan kepekaan berbahasa seperti itulah yang menjadi salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam pengajaran bahasa secara pragmatik, yaitu kepekaan untuk memilih kalimat yang cocok  (di antara sekian kemungkinan yang tersedia) untuk diterapkan pada situasi tertentu yang sedang dihadapi.
Dengan melihat perkembangan bahasa asing dari masa ke masa, kita dapat mempertentangkan antara pengajaran bahasa dengan pendekatan struktural  dan pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik atau komunikatif. Berikut di bawah ini adalah penjelasan tentang kedua pendekatan tersebut sebagaimana diuraikan oleh kaswanti purwo (1990).
            Dalam pendekatan struktural, bahasa dianggap memiliki struktur yang tertata rapi dan terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu: komponen bunyi bahasa, kosakata, dan tata bahasa.
            Komponen-komponen itu tersusun secara berjenjang menurut suatu struktur tertentu. Bentuk-bentuk bahasa menjadi sorotan utama dalam pendekatan struktural . bahan ajar yang dibentuk struktural biasanya dijabarkan dalam daftar butir-butir tata bahasa dan leksikal. Pengurutan bahan ajar didasarkan atas pertimbangan kosakata (frekuensi pemakaian dan kemunculannya) dan tata bahasa. Tidak ada penjelasan bagaimana penggunaan bahasa di dalam konteks yang sesungguhnya.
Yang dipelajari di dalam analisis struktural adalah bentuk suatu kalimat diteropong dengan mengamati yang mana yang berupa subjek, predikat, objek, dan keterangan. Di dalam analisis struktural konteks pemakaian kalimat tidak ikut diperhitungkan, bentuk semata-matalah yang menjadi limpahan pengamatan, termasuk pula persoalan urutan, apakah itu urutan biasa, atau urutan hasil pembalikan. Kalaupun makna kadang kala dilibatkan, hal itu hanya sampai pada peroalan keambiguan suatu kalimat. Akan tetapi, di dalam analisis pragmatik tidak dianut pengertian ambigu. Jika dikaitkan dengan konteksnya, maka kalimat tidak dapat ditafsirkan secara ganda.
            Pendekatan struktural mementingkan “kebenaran” kalimat ditinjau dari tata bahasa dan pilihan katanya. Dengan pendekatan ini bisa dikatakan bahwa belajar bahasa adalah kegiatan belajar pengetahuan bahasa dan bukan kegiatan belajar berbahasa. Pembelajaran akan menguasai banyak pengetahuan tentang bahasa tetapi kurang dapat mengaitkan pengetahuan bahasanya dengan pemakaiannya. Mereka sangat fasih dalam mengenali bentuk bahasa tertentu. Namun demikian, mereka akan kesulitan untuk menerapkan pengetahuannya di dalam percakapan sehari-hari. Sebaliknya, dalam pendekaatan pragmatik, bahasa dikaitkan dengan pemakaiannya, baik unsur kebahasaan  maupun unsur-unsur di luar bahasa yang terkait dengan penggunaan bahasa. Bahasa beserta konteksnya yaitu penggunaannya dalam peristiwa komunikasi menjadi sorotan utama dalam pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik. Sebuah kalimat akan ditelusuri penggunaannya di dalam komunikasi, kapan kalimat itu diujarkan, dalam situasi bagaimana kalimat itu diucapkan, serta siapa yang berbicara dan siapa yang menjadi lawan bicara.
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat Bisa mengantar surat ini? Berupa konstruksi interogatif, tetapi dari segi fungsinya kalimat itu tidak dimaksudkan untuk menanyakan tentang kemampuan (bisa tidaknya) orang yang diajak bicara. Namun, dari segi fungsinya kalimat itu bermakna perintah (secara tidak langsung).
Suatu fungsi komunikatif tertentu dapat diutarakan dengan pelbagai cara, sekurang-kurangnya ada empat macam satuan lingual yang dapat digunakan untuk menyatakan perintah menutup pintu. Pertimbangkanlah contoh berikut.
  1. Tutup pintu itu!
  2. Bisakah pintu itu ditutup?
  3. Mengapa tidak ditutup saja pintu itu?
  4. Saya agak kedinginan.
           Seperti yang terpapar pada contoh kalimat di atas, satu fungsi komunikatif dapat dibahasakan dengan konstruksi imperatif, interogatif, ataupun deklaratif.

 
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya maka kami dapat merumuskan kesimpulan bahwa pragmatik dalam kegiatan berbahasa sebagai sesuatu yang mempunyai fungsi komunikatif dan sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan dalam mengajar, dimana terdapat sejumlah tindak bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya.

 Saran

Agar siswa dapat mengaplikasikan pragmatik dalam kegiatan berbahasa dengan baik. Maka pengajar sebaiknya menggunakan pendekatan komunikatif bahasa diajarkan sebagaimana itu digunakan dalam komunikasi dan janganlah sampai kita mengajar siswa hanya supaya yang kita ajarkan itu dapat diuji benar atau salahnya karena penilaian proses lebih baik dibandingkan dengan penilaian hasil.    

PUSTAKA ACUAN

Artana, Inyoman. http://File.upi.edu/ai/php, Bahasa dalam perspektif pragmatik”. Diakses pada hari Kamis, 28 Oktober 2010, pukul. 09:42 WIB.
Eny, Yayuk. http://lib.balaibahasa.org/viewdetail, “Pragmatik dalam pengajaran bahasa”. Diakses pada hari Kamis, 28 Oktober 2010, pukul. 14:11 WIB.
Kaswanti purwo, Bambang. 1990 pragmatik dan pengajaran bahasa, menyibak kurikulum 1984. Jakarta: kanisius.
Puspitorini, Dwi. http://etd.eprints.ums.ac.id/1932/, “Pendekatan Pragmatik”. Diakses pada hari Kamis, 28 Oktober 2010, pukul. 09:40 WIB.
Sutrisno, Heru. http://www.let.leidenuniv.ni/aapp, “Pragmatik dan kurikulum”. Diakses pada hari Kamis, 28 Oktober 2010, pukul. 14:16 WIB.
Yohanes, Budinuryanta. http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd, “Pragmatik”. Diakses pada hari Kamis, 28 Oktober 2010, pukul. 14:18 WIB.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar