Jumat, 08 Juli 2011

Kalimat dalam Wacana oleh Tian Fatmanuraini

       Wacana adalah satuan bahasa yang terdiri dari sebuah kalimat atau beberapa kalimat yang menyatakan satu pesan atau satu amanat yang utuh. Sebuah wacana sebagai satuan terbesar di dalam hirarki kebahasaan bisa berupa satu kalimat, sepeti ungkapan Jagalah kebersihan. Akan tetapi, lazimnya terdiri dari sejumlah kalimat yang membentuk suatu paragraf. Setiap paragraf dalam wacana memiliki sebuah pikiran pokok dan sejumlah pikiran penjelas. Pikiran pokok tersebut direalisasikan dalam sebuah kalimat utama yang selalu berwujud kalimat bebas. Sedangkan pikiran penjelas direalisasikan dalam kalimat-kalimat penjelas yang wujudnya berupa kalimat terikat. Di dalam wacana, kalimat tidak dapat berdiri sendiri karena satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Akibatnya, struktur kalimat pun menjadi berbeda dengan strukturnya sewaktu berdiri sendiri. Beberapa contoh kalimat dalam wacana adalah sebagai berikut.
a.       [Benyamin] artis penyanyi, pelawak, dan pemain film itu telah tiada (1). [Dia] dilahirkan di jakarta sebelum tentara jepang menduduki Indonesia (2). Wacana tersebut terdiri dari dua buah kalimat. Kalimat (1) merupakan kalimat bebas; Sedangkan kalimat (2) merupakan kalimat penjelas. Ketika sebagai kalimat yang berdiri sendiri  adalah Benyamin dilahirkan di Jakarta sebelum tentaara Jepang menduduki Indonesia;
b.   Sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk (1). Jangankan ikannya, telurnya pun sukar diperoleh (2). Kalau pun bisa diperoleh harganya melambung selangit (3), makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah (4). Wacana tersebut dibangun oleh empat buah kalimat. Kalimat (1) merupakan kalimat yng bisa berdiri sendiri. Sedangkan kalimat (2), (3), dan (4) adalah kalimat-kalimat terikat.
      Pengaitan sebuah kalimat dengan kalimat lain di dalam sebuah wacana dapat dilakukan dengan sarana atau alat sebagai berikut.

a.       Konjungsi;
b.      Penunjukan;
c.       Kata ganti;
d.      Perapatan;
e.       Padanan kata;
f.       Lawan kata;
g.      Hiponimi;
h.      Kesamaan tema;
i.        Kesejajaran.

Bila terdiri dari sejumlah kalimat, untuk mencapai keutuhan sebuah wacana, kalimat-kalimat harus selalu memiliki kaitan antara yang satu dengan yang lain. Sebagai akibat dari keharusan maka kalimat di dalam wacana strukturnya bisa bermacam-macam. Di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Kalimat sederhana yang dibangun oleh sebuah klausa sederhana dengan susunan biasa (SPOK);
b.   Kalimat luas, baik yang terjadi akibat penambahan keterangan pada fungsi-fungsi sintaksisnya maupun akibat penggabungan secara koordinatif maupun subordinatif;
c.       Kalimat dengan urutan fungsi yang tidak biasa, misalnya kalimat inversi dan kalimat pasif;
d.   Kalimat yang konstituennya hanya berupa sebuah kata maupun frasa seperti dalam kalimat interogatif singkat dan kalimat jawaban singkat pada percakapan; 
e.   Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa yang tidak lengkap.

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Kohesi dan Koherensi oleh Tian Fatmanuraini

       Kohesi dan koherensi adalah dua unsur yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk kesatuan makna. Kohesi merupakan hubungan pengaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Hasan Alwi, 2003: 427). Contohnya adalah sebagai berikut.
Santi : Apa yang dilakukan si [Bani]?
Sinta : [Dia] memukuli istrinya.
Proposisi yang dinyatakan oleh Santi berkaitan dengan proporsi yang dinyatakan oleh Sinta, pengaitan tersebut diwujudkan dalam bentuk pemakaian pronomina dia yang merujuk ke Bani.
       Kohesi mengacu pada keterkaitan makna yang menghubungkan suatu unsur dengan unsur sebelumnya dalam teks apabila interpretasi sejumlah unsur dalam sebuah teks tergantung pada unsur lainnya. Contohnya, [Ibu] baru pulang dari Purwokerto semalam. [Ia] terlihat sangat lelah.
       Kohesi secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua. Pertama, berdasarkan pilihan bentuk yang digunakannya, antara lain.
a.   Kohesei gramatikal, yaitu hubungan kohesif yang dicapai dengan penggunaan elemen dan aturan gramatikal, meliputi referensi, substitusi, dan elipsis;
b.      Kohesi leksikal, yaitu efek kohesif yang dicapai melalui pemilihan kosakata.
Kedua, berdasarkan asal hubungannya, kohesi diklasifikasi lebih jauh berdasarkan tiga hal, yaitu.
a.         Keterkaitan bentuk yang meliputi substitusi, elipsis, dan kolokasi leksikal;
b.         Keterkaitan referensi yang meliputi referensi dan reiterasi leksikal;
c.         Hubungan semantik yang diperantai oleh konjungsi.
       Menurut Untung Yuwono dalam bukunya yang berjudul Pesona Bahasa menyatakan bahwa kohesi tidak datang dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara formal oleh alat bahasa yang disebut pemarkah kohesi, misalnya kata ganti, kata tunjuk, kata sambung, dan kata yang diulang. Pemarkah kohesi yang digunakan secara tepat menghasilkan kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antarunsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata yang dapat diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi. Reiterasi adalah pengulangan kata-kata pada kalimat berikutnya untuk memberikan penekanan bahwa kata-kata tersebut merupakan fokus pembicaraan. Reiterasi dapat berupa repetisi, sinonimi, hiponimi, metonimi, dan antonimi. Sedangkan kolokasi adalah hubungan antarkata yang berada pada lingkungan atau bidang yang sama. Contohnya, [petani] di Lampung terancam gagal memanen [padi]. [sawah] yang mereka garap terendam banjir selama dua hari. Sedangkan kohesi gramatikal adalah hubungan semantis antarunsur yang dimarkahi alat gramatikal, yaitu alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa. Kohesi gramatikal dapat berwujud referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi. 
       Berdasarkan penjelasan tersebut, diketahui ada lima macam peranti kohesi, yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal. Referensi adalah hubungan antara satuan bahasa, benda, atau hal yang terdapat di dunia yang diacu oleh satuan bahasa tersebut. Contohnya, aku suka [kucing], dan aku juga suka [kelinci]. [itulah] kesukaanku. Secara sintaktis dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia referensi unsur kalimat dimarkahi oleh pewatas berikut ini.
a.       Artikula: si, sang, dan yang;
b.      Demonstrativa: ini, itu, sini, sana, dan situ;
c.       Pronomina: saya, kami, mereka, -ku, -mu, dan -nya;
d.      Numeralia: satu, kedua;
e.       Nama diri: Tian, Ulva, Rizky;
f.       Nomina pengacu: Bapak, Ibu, Saudara.
       Substitusi adalah penggantian item tertentu dengan item yang lain. Contohnya, [Ahmad] datang menagih lagi. [orang itu] benar-benr tidak tahu malu. Elipsis adalah penghilangan item tertentu. Contohnya adalah sebagai berikut.
Rina     : [Apakah adikmu akan lulus ujian?]
Rani     : Saya harap [begitu].
       Konjungsi tercipta secara tidak langsung melalui keberadaannya yang memberikan makna tertentu bagi hubungan antarelemen dalam teks. Contohnya, Ayah bekerja [dan] adik sekolah. Kohesi leksikal adalah kohesi yang dibangun melalui hubungan antarkata berisi, yaitu berupa reiterasi leksikal dan kolokasi. Reiterasi leksikal mencangkup pemanfaatan seluruh jenis relasi leksikal, misalnya repetisi, penggunaan sinonimi, superordinat, antonimi, komplementer, dan relasi leksikal lainnya.
     Alwi menyatakan bahwa kohesi dapat dicapai melalui delapan peranti. Pertama, penggunaan konjungtor yang menunjukan relasi makna antarbagian dalam teks. Konjungtor tersebut antara lain.
a.    Pertentangan yang dinyatakan dengan konjungtor tetapi atau namun. Contohnya, Ayah Ulva setuju ia ke Bandung, [tetapi] ibunya melarangnya pergi;
b.     Pengutamaan yang dinyatakan dengan konjungtor bahkan. Contohnya, Rizky menggelar acara ulang tahun, [bahkan] presiden SBY pun turut menghadirinya;
c.     Pengecualian yang dinyatakan dengan konjungtor kecuali. Contohnya, Pak Legi tidak pernah merokok [kecuali] bila ada tamu;
d.      Konsesi yang dinyatakan dengan konjungtor walaupun atau meskipun. Contohnya, Perempuan itu sangat dicintainya [walaupun] hal itu tidak pernah diucapkannya;
e.  Tujuan yang dinyatakan dengan konjungtor agar atau supaya. Contohnya, Toni belajar giat sekali semester ini [agar] ia dapat menyelesaikan studinya akhir tahun ini.
         Kedua, pengulangan kata atau frasa, baik secara utuh ataupun sebagian, misalnya [Nenek] membelikan adik kucing. [Nenek] memang tahu adik suka kucing. Ketiga, penggunaan bentuk leksikal lain yang maknanya berbeda dengan makna kata yang diacunya tetapi memiliki acuan yang sama, misalnya [putri penyair kenamaan itu] makin besar saja. [Gadis itu] sekarang duduk di sekolah menengah. Keempat, penggunaan bentuk lain yang tidak mengacu ke acuan yang sama  tetapi berhubungan, misalnya tetangga kami mempunyai [kucing Persia]. Dokter Sukartono mempunyai [seekor juga]. Kelima, penggunaan hubungan anaforis dan kataforis. Hubungan anaforis adalah hubungan antara pronomina yang mengacu kembali ke antesedennya. Contohnya, [Sigit] membeli sepeda baru, dan dengan sepeda[-nya] itu Amir diajak menelusuri kota Tangerang. Sedangkan hubungan kataforis adalah hubungan antara pronomina dengan anteseden yang mengikutinya. Contohnya, Dengan motor[-nya] itu, [Bu Tian] menelusuri kota Ciputat. Keenam, penggunaan hubungan metaforis, yaitu penggunaan kata atau frasa untuk menyatakan sesuatu yang mempunyai persamaan sifat dengan benda atau hal yang biasa dinyatakan oleh kata atau frasa tersebut. Contohnya, [Orang sebodoh Gayus] belum pernah aku jumpai, tetapi [keledai] itu benar-benar menjengkelkan sekali. Ketujuh, elipsis, misalnya anak pak Hasan [hari ini ujian SPMB], dan [adik saya juga]. Kedelapan, hubungan leksikal yang meliputi hiponimi. Contohnya, Jangankan [mebel], satu [kursi] pun saya tak punya.
     Koherensi adalah hubungan semantis yang mendasari sebuah wacana. Hubungan tersebut dihasilkan oleh sesuatu di luar teks. Sesuatu tersebut biasanya merupakan pengetahuan yang diasumsikan telah dimiliki pendengar atau pembaca. Koherensi merupakan keberterimaan suatu tuturan atau teks karena kepaduan semantisnya. Koherensi juga mengaitkan dua proposisi atau lebih, tetapi keterkaitan di antara proposisi-proposisi tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam kalimat-kalimat yang dipakai. Contohnya adalah sebagai berikut.
Kakak  : Angkat telepon itu, Dik!
Adik    : Aku sedang mandi, Ka!
Kakak  : Oke!
  Perkaitan antarproposisi tetap ada walaupun pada kalimat tersebut tidak secara nyata ditemukan unsur-unsur kalimat yang menunjukan adanya pengaitan gramatikal. Kalimat yang diucapkan oleh adik dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat Aku sedang mandi Ka! (Jadi aku tidak dapat menerima telepon itu), sementara Oke! yang diucapkan oleh kakak dapat ditafsirkan sebagai bentuk pendek dari kalimat Oke! Kalau begitu, aku saja yang menerimanya.
    Koherensi pada dasarnya adalah kontinuitas dan pengulangan elemen tertentu yang melampaui bagian-bagian teks. Kontinuitas dan pengulangan tersebut terdapat pada pemahaman teks yang melibatkan pengetahuan dan tata bahasa yang selanjutnya membentuk representasi mental koherensi teks dalam pikiran. Koherensi sebagai entitas mental dapat mengonstitusi koherensi dengan cara meninggalkan jejak di dalam teks dari koherensi yang terdapat secara eksternal dalam teks. Perangkat gramatikal selalu dilibatkan untuk mempermudah pemahaman koherensi. Dalam struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian batin antara preposisi yang satu dengan preposisi yang lain untuk mendapatkan interpretasi wacana.
Pustaka Acuan:

Alek dan H.P Achmad. 2009. Linguistik Umum: Sebuah Ancangan Awal Memahami Ilmu Bahasa. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
Kushartanti dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia
          Pustaka Utama.