BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang harus dikuasai oleh bangsa Indonesia. Bahkan bahasa Indonesia pernah dijadikan isi sumpah pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia.” Kedudukannya sebagai Bahasa Nasional yang merupakan sarana pemersatu bangsa diatas berbagai perbedaan bahasa yang dimiliki oleh berbagai suku di Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa Negara, seperti tercantum dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Pada kenyataannya, bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia banyak ditemukan berbagai kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa Indonesia dalam pembelajaran merupakan sesuatu kegiatan yang wajar mengingat pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa yang tidak luput dari kesalahan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kesalahan tersebut dibiarkan berlarut-larut. Sudah saatnya, kesalahan itu kita atasi dengan secepat mungkin. Untuk mengatasi kesalahan berbahasa, para pemakai bahasa harus berupaya meningkatkan keterampilannya dalam menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Kesalahan berbahasa disebabkan oleh faktor pemahaman, kemampuan atau kompetensi. Kesalahan berbahasa selalu berulang dan terjadi secara sistematis. Hal ini berlaku umum, artinya terjadi pada beberapa siswa. Namun, Kesalahan berbahasa dapat diperbaiki oleh guru melalui pengajaran remedial, latihan, dan praktik berbahasa. Selain itu kesalahan berbahasa dapat diperbaiki melalui pengumpulan data beberapa kesalahan berbahasa yang terjadi dan menganalisisnya untuk dijadikan acuan dalam berbahasa yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengumpulan Data Kesalahan Berbahasa
[1]Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu komunikasi dan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kesalahan berbahasa merupakan suatu peristiwa yang bersifat inheren dalam setiap pemakaian bahasa, baik secara lisan maupun tulis. Jadi, kesalahan berbahasa, seperti: karangan, kertas ujian, ujaran, maupun yang terdapat pada artikel media cetak.
Pengumpulan data kesalahan berbahasa dapat dilakukan dengan adanya penganalisisan kesalahan berbahasa. M
Terjadinya kesalahan berbahasa di kalangan siswa yang sedang belajar bahasa merupakan fenomena yang mendorong para ahli bahasa untuk mempelajari kesalahan berbahasa secara lebih mendalam. Baik penutur asli maupun bukan penutur asli sama-sama mempunyai kemungkinan berbuat kesalahan berbahasa.
[1]Berikut ini adalah beberapa data yang diperoleh mengenai kesalahan berbahasa baik lisan maupun tulisan yang sering dilakukan oleh pengguna bahasa Indonesia dan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap komunikasi yang terjadi.
h.
Untuk menyingkat waktu, pemotongan tumpeng akan segera dilaksanakan.
Untuk menghemat waktu, pemotongan tumpeng akan segera dilaksanakan.
Dalam mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa, tidak selalu menganalisis yang terlihat secara tersurat, baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan. Penganalisisan tersebut dilakukan pula dalam menganalisis kesalahan berbahasa secara tersirat seperti yang terjadi pada kalimat “Bola menendang adik.” [2]
a. Kesalahan dalam penggunaan frasa atas perhatiannya.
Kita seringkali mendengar seseorang mengatakan Atas perhatiannya, saya sampaikan terima kasih. Ujaran tersebut ditujukan kepada lawan bicara, agar lebih jelas dalam penyampaiannya, maka kalimat yang tepat adalah Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.
b. Kesalahan dalam penggunaan ujaran penghormatan.
Atas kerawuhan saudara, saya haturkan terima kasih. kalimat tersebut diujarkan untuk menghormati lawan bicara. Akan tetapi, kalimat tersebut bukanlah kalimat bahasa Indonesia. Salah satu sifat bahasa Indonesia ialah menyeluruh dan tidak menggunakan kata-kata khusus untuk golongan-golongan tertentu seperti bahasa Jawa, Sunda, Maupun Batak. Ujaran yang tepat adalah atas kedatangan saudara, saya ucapkan terima kasih.
c. Kesalahan dalam penggunaan kata depan “di”
Ulva berjalan dibawah kerindangan pohon kamboja. Kalimat tersebut terdapat kesalahan penulisan kata depan ‘di’. Kalimat di atas menerapkan kaidah penulisan kata depan ‘di’ sebagai awalan sehingga penulisan yang seharusnya dipisah tetapi ditulis serangkai dengan kata yang diikuti. Perbaikan kesalahan penulisan ejaan tersebut adalah Ulva berjalan di bawah kerindangan pohon kamboja.
d. Kesalahan dalam penggunaan tanda koma
Dia lupa akan janjinya, karena sibuk. Penggunaan tanda koma tersebut tidak tepat karena pemakaian tanda koma seharusnya digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat mendahului induk kalimat. Dalam kaidah bahasa Indonesia, tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dan induk kalimat apabila anak kalimat mengiringi induk kalimat[3]. Oleh karena itu, tanda koma harus dihilangkan.
e. Kesalahan pembentukan kata
a) Presiden lantik enam orang duta besar.
b) Indonesia luncurkan pesawat baling-baling.
c) BRI Tangerang gunakan sistem komputer.
Kalimat-kalimat di atas merupakan kalimat aktif transitif, yaitu kalimat aktif yang memiliki objek. Menurut kaidah bahasa Indonesia, predikat kalimat aktif transitif harus menggunakan predikat berawalan me- sehingga kata lantik, luncurkan, dan gunakan diubah menajadi melantik, meluncurkan, dan menggunakan.
f. Kesalahan dalam penulisan diftong
Ada tiga jenis diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu ai, au, dan oi. Ketiga diftong tersebut hendaknya dipakai dengan tertib dalam ragam tulis resmi.
a) Bubur kacang ijo seharusnya bubur kacang hijau.
b) Bunga terate bunga teratai
c) Kede kopi kedai kopi
d) Kerbo kerbau
e) Burung bango burung bangau
g. Kesalahan dalam penggunaan kata
a) Pustakawan harus menggantungkan informasi pada para dosen, tetapi kalau para dosen tidak mengetahui buku apa saja yang baru diterbitkan, mereka tentunya tidak dapat mengajukan saran.
b) Bekal yang hanya bersifat pengantar tentunya tidak dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengadakan penelitian yang mendalam.
Kata “tentunya” hanya digunakan dalam ragam bahasa lisan. Kata tersebut terpengaruh dari bahasa jawa, yaitu tentune, atau terpengaruh bahasa sunda, yaitu tangtuna. Jika kalimat itu digunakan dalam konteks bahasa resmi, kata tentunya diubah menjadi tentu.
h. Kesalahan penyusunan kalimat
a) Sejak dari kecil ia sudah terlihat sebagai anak yang cerdas.
b) Kita harus menghormati orang lain agar supaya orang lain menghormati kita.
Pemakaian dua kata yang memiliki makna yang sama dipakai sekaligus dalam sebuah kalimat adalah pemakaian kata yang tidak efektif. Kata-kata yang bersinonim tidak perlu digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat. Kita cukup menggunakan salah satu di antara kedua kata tersebut.
Data utama dalam analisis kesalahan berbahasa adalah wacana, baik secara lisan maupun tulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik pengambilan data mempengaruhi hasilnya. Oleh karena itu, dalam memilih jenis data untuk dianalisis kita perlu mempertimbangkan kemungkinan yang akan diperoleh. Terdapat dua jenis teknik pengumpulan data kesalahan berbahasa, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara spontan dan pancingan.
Pengumpulan data secara spontan dapat dilakukan oleh kelompok ahli anakon anakes tanpa adanya alat pemancing sehingga pembelajar tidak sadar bahwa wacana yang dibuat olehnya akan dianalisis. Pengumpulan data secara pancingan adalah pengumpulan data kesalahan berbahasa dengan menggunakan alat pemancing, misalnya hasil karangan siswa, seperti karangan argumentasi, narasi, persuasi, deskripsi, dan eksposisi. Pada jenis ini, data sengaja dikumpulkan untuk dianalisis. Pemerolehan data tergantung pada jenis alat pemancingnya dan titik perhatian subjek ketika melakukan tugas. Dari segi alat pemancingnya, terdapat dua jenis data kesalahan berbahasa, yaitu data tak terstruktur dan data terstruktur. Data tak terstruktur adalah data yang diperoleh dengan cara mengajak subjek untuk menulis tanpa adanya petunjuk yang ketat. Sedangkan pada data terstruktur, unsur-unsur bahasa yang menjadi fokus perhatian peneliti direncanakan kemunculannya. Selain itu, pengumpulan data dapat dibedakan berdasarkan besarnya perhatian subjek terhadap bentuk. Dalam data spontan, subjek tidak begitu memperhatikan bentuk wacana karena pusat perhatian subjek terletak pada isi dan pesan yang disampaikan.
Penyimpangan dalam penggunaan bahasa yang sedang dipelajari siswa B1 maupun B2 disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan. Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data anakes karena sifatnya yang tidak konsisten dan terjadinya hanya sementara. Apabila siswa lebih sadar dan mawas diri, kekeliruan berbahasa dapat diperbaiki oleh siswa yang bersangkutan. Oleh karena itu, Sumber data anakes yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa kekeliruan tidak fungsional bagi pengajaran bahasa.
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
1. Pengumpulan data kesalahan berbahasa dapat dilakukan dengan penganalisisan kesalahan berbahasa. Namun,
2. Pengumpulan data secara spontan dilakukan tanpa menggunakan alat pancingan. Sedangkan pengumpulan data secara pancingan dilakukan dengan menggunakan alat pancingan.
3. Penyimpangan dalam penggunaan bahasa disebabkan oleh kesalahan dan kekeliruan. Kekeliruan kurang tepat dijadikan sebagai sumber data anakes karena sifatnya yang tidak konsisten. Oleh karena itu, sumber data anakes yang paling cocok adalah kesalahan berbahasa.
B. Saran
Pengumpulan data kesalahan berbahasa sebaiknya dilakukan dengan adanya bukti yang kuat dari berbagai sumber. Sebagai calon pendidik bahasa dan Sastra indonsia, anakon anakes merupakan bagian yang sangat penting dipelajari. Karena dengan mempelajarinya lebih lanjut, kita mendapatkan banyak bekal pengetahuan sehingga lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.
PUSTAKA ACUAN
Arifin, E Zaenal dan Farid Hadi. 1991. 1001 Kesalahan Berbahasa: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan. Bandung: Yrama Widya.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar