Rabu, 15 Juni 2011

Sikap Bahasa dan Pemilihan Bahasa Oleh Tian Fatmanuraini

  1. Sikap Bahasa
Sikap itu adalah fenomena kejiwaan yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku. Namun menurut banyak penelitian tidak selalu yang dilakukan secara lahiriah merupakan cerminan dari sikap bathiniah atau yang terdapat dalam bathin selalu keluar dalam bentuk perilaku yang sama ada dalam bathin. Banyak faktor yang mempengaruhi hubungan sikap bathin dan perilaku lahir. Oleh karena itu, sikap tidak dapat diamati secara empiris. Namun menurut kebiasaan jika tidak ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, sikap yang berada di dalam bathin itu dapat diduga dari tindakan atau perilaku lahir.
Banyak penelitian telah dilakukan terhadap sikap, terutama dalam kaitannya dengan psikologi sosial. Triandis (1971:2-4) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi. Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman  yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua obyek dan keadaan yang menyangkut sikap tersebut. Sedangkan Lambert (1967;91-102) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif (pengetahuan), komponen afektif (penilaian), dan komponen konatif (putusan akhir). Apabila ketiga komponen itu sejalan maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukan sikap, tetapi apabila tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum tentu menunjukan sikap. Edward (1957:7) mengatakan bahwa sikap hanyalah salah satu faktor yang tidak dominan dalam menentukan perilaku. Oppenheim (1976:71-75) dengan lebih tegas menyatakan bahwa kita belum tentu dapat menentukan perilaku atas dasar sikap. Sedangkan Sugar (1967) berdasarkan penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa perilaku itu ditentukan oleh empat buah faktor utama, yaitu sikap, norma sosial, kebiasaan, dan akibat yang mungkin terjadi.

Terdapat tiga ciri sikap bahasa yang dirumuskan oleh Garvin dan Mathiot (1968) dan telah menunjukan kenyataan terhadap bahasa Indonesia dewasa ini. Ketiga ciri sikap bahasa yang dikemukakan Garvin dan Mathiot itu adalah sebagai berikut.

  1. Kesetiaan bahasa yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain;
  2. Kebanggaan bahasa yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang indentitas dan kesatuan masyarakat;
  3. Kesadaran adanya norma bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa.

Ketiga ciri tersebut merupakan ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa. Sebaliknya, apabila ketiga ciri sikap bahasa itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau sekelompok orang anggota masyaraka tutur dan tiadanya gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah dan bisa berlanjut menjadi hilang sama sekali. Sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi bila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya sendiri dan mengalihkan rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Banyak faktor yang bisa menyebabkan hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menumbuhkan pada bahasa lain, yaitu faktor politik, ras, etnis, dan gengsi.

Dari pembicaraan mengenai siakap bahasa di atas dapat dilihat bahwa sikap bahasa juga bisa mempengaruhi seseorang untuk menggunakan sesuatu bahasa, dan bukan bahasa yang lain, dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual.



  1. Pemilihan Bahasa

Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180) tidak sesederhana yang kita bayangkan, yaitu memilih “sebuah bahasa secara keseluruhan” dalam suatu komunikasi. Kita membayangkan seseorang yang menguasai dua bahasa atau lebih harus memilih bahasa mana yang harus digunakan. Misalnya, seseorang yang mengusai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, harus memilih salah satu di antara kedua bahasa itu ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi. Kenyataannya bahwa dalam hal memilih terdapat tiga jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu:

a.       Alih kode, artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Peristiwa peralihan bahasa atau alih kode dapat terjadi karena beberapa faktor. Rayfield (1970: 54-58) mengemukakan dua faktor utama, yakni respon penutur terhadap situasi tutur dan sebagai alat retorik, seperti penekanan pada kata-kata tertentu;

b.      Campur kode, artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain;

c.       Memilih satu variasi bahasa yang sama.

Penelitian terhadap pemilihan bahasa menurut Fasold dapat dilakukan berdasarkan tiga pendekatan disiplin ilmu, antara lain:

  1. Pendektan Sosiologi yang melihat adanya konteks institusional tertentu yang disebut domain (analisis ranah) yang dipandang sebagai faktor-faktor seperti lokasi, topik, dan partisipan, di mana satu variasi bahasa cenderung lebih tepat untuk digunakan daripada variasi yang lain;
  2. Pendekatan psikologi sosial yang tidak meneliti struktur sosial, seperti domain-doman, melainkan meneliti proses psikologi manusia seperti motivasi dalam pemilihan suatu bahasa atau ragam dari suatu bahasa untuk digunakan pada keadaan tertentu;
  3. Pendekatan antropologi. Dari pandangan antropologi, pilihan bahasa dengan perilaku yang mengungkapkan nilai-nilai sosial budaya yang tertarik dengan bagaimana seorang penutur berhubungan dengan struktur masyarakat.

  1. Perspektif Sosiolinguistik Tentang Pemilihan Bahasa

Istilah sosiolinguistik muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang menyatakan perlu adanya kajian mengenai hubungan antara perilaku ujaran dengan status sosial. Bahasa dalam kajian sosiolinguistik tidak didekati sebagai bahasa sebagaimana dalam kajian linguistik teoretis, melainkan didekati sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat. Dalam kajian pemilihan bahasa, tugas sosiolinguis adalah berusaha menjelaskan hubungan antara gejala pemilihan bahasa dengan faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur.

  1. Faktor-faktor Penentu Pemilihan Bahasa

Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982: 125) mengidentifikasikan empat faktor utama yang menyebabkan pemilihan bahasa, antara lain:

  1. Situasi dan latar, seperti waktu dan tempat;
  2. Partisipan dalam interaksi, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal, latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain;
  3. Topik percakapan, dapat berupa topik-topik mengenai pekerjaan, maupun peristiwa aktual;
  4. Fungsi interaksi yang merupakan fungsi percakapan di dalam interaksi.

Simpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya maka kami dapat merumuskan simpulan sebagai berikut.

  1. sikap bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perilaku, dan juga bukan yang paling menentukan. Yang paling menentukan perilaku adalah kebiasaan.
  2. Pemilihan bahasa dalam paradigma sosiolinguistis bertemali bukan hanya dengan masalah linguistis semata, melainkan juga dengan masalah sosial, budaya, psikologis, dan situasional.
  3. Kajian pemilihan bahasa bermanfaat dalam memberikan wawasan tentang peristiwa komunikasi dalam masyarakat multibahasa di Indonesia.
  4. Sikap bahasa dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan suatu bahasa dan bukan bahasa yang lain dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual.
  5. Penutur yang memiliki sikap bahasa positif terhadap bahsa Indonesia, tentu tidak akan melakukan pencampuran bahasa. Dia akan menggunakan bahasa Indonesia secara cermat dan benar.



Saran


Sikap bahasa dan pemilihan bahasa merupakan bagian yang penting dipelajari dalam sosiolinguistik. Dengan mempelajarinya lebih lanjut, kita akan menguasai tentang pemakaian bahasa atau ragam bahasa yang cocok dengan situasi komunikasi sebab apabila kekeliruan dalam melakukan pemilihan bahasa atau ragam bahasa terjadi, maka dapat berakibat fatal bagi peserta komunikasi.



PUSTAKA ACUAN

Chaer, Abdul. Dkk. 2004. Sosiolinguistik: “Perkenalan Awal Edisi Revisi”. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Eny, Yayuk. http://lib.balaibahasa.org/viewdetail, “Pemilihan Bahasa Sosiolinguistik”. Diakses pada hari Minggu, 12 Desember 2010, pukul. 14:11 WIB.

Fathurrokhman. http://fathurrokhmancenter.wordpress.com, “Sikap Bahasa dan Pemilihan Bahasa”. Diakses pada hari Minggu, 12 Desember 2010, pukul. 09:47 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar